Halaman

Total Tayangan Halaman

Sabtu, 28 April 2012

TIPS : Membuat Surat Rekomendasi


cover letter Membuat Surat Rekomendasi
Surat rekomendasi adalah surat yang dikeluarkan dosen, dekan, atasan, pimpinan proyek, dan lainnya, yang isinya menerangkan kesan atau evaluasi selama kita bekerja dengan mereka.

Untuk mendaftar beasiswa, surat ini adalah hal yang wajib. Untuk kasus Amerika, mereka akan meminta 2-3 (biasanya 3) buah dari dosen atau atasan bagi yang sudah bekerja.

Surat rekomendasi bisa dibuat dalam format bebas, atau menurut format yang sudah ditetapkan oleh universitas yang akan didaftar.  Surat yang dibuat dengan format dari universitas bisa langsung dikirim on line. Dosen atau bos tinggal mengisi form yang sudah disediakan dan langsung klik kirim via internet.

Namun untuk fleksibilitas, surat rekomendasi format bebas akan lebih disukai. Apalagi kalo berencana mendaftar lebih dari satu sekolah. Daripada pak dosen bolak-balik ngisi form, mending bikin surat sendiri kemudian diperbanyak sesuai kebutuhan.
Isi surat rekomendasi format bebas setidaknya harus mencakup:
1. Posisi dari pemberi rekomendasi (dosen, pembimbing skripsi, atasan, manajer)
2. Lama pemberi rekomendasi mengenal kita
3. Kualifikasi/kelebihan-kelebihan kita, terutama yang menonjol
4. Garansi bahwa kita bisa menyelesaikan kuliah dengan baik
5. Manfaat kita bersekolah untuk masyarakat atau perusahaan
6. Pastikan tercantum kata “Highly Recomended to..”
7. Tanda tangan, kontak, dan posisi/jabatan

Karena dosen atau bos orang sibuk, tanyakan apa perlu kita membuat draft terlebih dahulu. Ini akan meringankan sekaligus menghemat waktu daripada menunggu mereka meluangkan waktu untuk membuatnya. Setelah draft dikembalikan kita tinggal mengganti poin-poin yang perlu diubah.
Jangan lupa bertanya ke kantor TU siapa tahu mereka sudah punya format baku. Ini akan semakin mempermudah semua proses.
Terakhir, jangan lupa mengirim ucapan terima kasih kepada pemberi rekomendasi setelah berhasil.
Berikut adalah contoh-contoh surat rekomendasi:
Contoh 1
Recommending (YOUR NAME), a student of mine for the past two years is a great pleasure for me. I have taught him (NAME OF SUBJECTS) during his third and fourth year. He is one of the sincere, versatile, and brilliant students.
His meticulous, thought provoking nature and ability to do hardwork make him an excellent candidate for research work. His proficiency and dedicated work during lectures and practicals impressed me. He is punctual and perfectionist about his studies and assignments which place him above all.
His dependable and trustworthy nature, modesty and tactfulness came forward when he was crewmember in our intercollege festival (NAME OF FESTIVAL). As I tried to know more of him, I found that he was selected in (NAME OF SOME EXAM IN SCHOOL DAYS) during his school days.
He has good aptitude and curious mind to be successful in graduate studies. From my heart, I feel he is a worthy candidate for admission to your university. I recommend him with great confidence.
Sincerely,
NAME OF PROF.

Contoh 2
I know (YOUR NAME) for the past two years. He is a sincere and brilliant student. I have taught him subjects of ‘(SUBJECT)’ and ‘(SUBJECT2)’ in which his performance has been superlative. He scored (GOOD %) in ‘(SUBJECT)’ during his semester examination. He is a promising young student with good academic skills and innate talents.
While answering his queries and doubts during lectures, I found that he has penchant for research work. The diligence and intellectual ability, which he displays during practicals, are a clear indication of his research potential. His untiring industry and his scientific methodology make him unique form the rest. He is doing his final year project (‘NAME’), under my guidance. I have seen his dedicated work and inquisitive nature, which he portrayed during this project work.
Apart from his academic career, he is actively involved in extracurricular activities. He was a member in the inter-college festival (NAME OF FESTIVAL). He has also participated in many college functions and seminars.
I am sure, he is a deserving candidate for research work and I sincerely feel, if given a chance (YOUR FIRST NAME) will definitely attain success in his further studies. It gives me great pleasure to recommend him to you.
Sincerely,
NAME OF PROF.

Contoh 3
(YOUR NAME) has been my student for the last two years. I have taught him subjects like (NAME OF SUBJECT1), (NAME OF SUBJECT2′) and (NAME OF SUBJECT3). He is brilliant student who shows spark in his undergraduate studies.
Because of his ability to learn subject from grassroots, I rate him as sincere student. I am confident that his concentration, systematic work and great skills in performing practicals will help him to achieve great success. He is a promising young student with a penchant for learning.
He is zestful and a versatile student. He takes part in many college functions. His courteous and reliable nature shines in intercollege festival (NAME OF FESTIVAL) I appreciate his work during his undergraduate years and with full confidence I recommend him to you.
Sincerely,
NAME OF PROF.



TIPS : Menyiapkan Research Proposal Outline


jmo0635l Menyiapkan Research Proposal OutlineWaktu mendaftar ke sekolah atau untuk mendapatkan beasiswa, biasanya pelamar belum akan diminta membuat usulan riset secara rinci.
Tapi adakalanya, proposal riset ini tetap diminta. Bagian selanjutnya dari artikel ini berisi contoh outline proposal riset, hingga terbentuk bayangan poin-poin apa saja yang mesti diisikan.

I.   INTRODUCTION
A.   General Description of the Area of Concern
B.   Problem to be Studied
C.   Purpose of the Proposed Research Project
D.   Major research questions
E.   Major Research Hypothesis
F.   Minor Hypotheses Stating Relationships:
G.   Significance of the problem and the justification for investigating it
H.   Feasibility of doing the proposed study
II.    REVIEW OF LITERATURE
A.    Historical background
B.    Theory Relevant to the Major Research Question
C.    Current Literature
III.    METHODOLOGY
A.   Restatement of Major of General Hypothesis
B.    Research Design (Groups to be compared)
C.    Draft Schematic Drawing of Research Design: in order to better understand and conceptualize your research  project, draw a simple design circles or squares or arrows.
D.    General Characteristic of the Study Population
E.    Location or Setting in Which the Study Takes Place (Indicate where respondents were when you collected data from them). The Geographic Dimensions of Study Population.
F.    Calendar Table of Events in Carrying Out Study
G.    Sampling Design and Procedures
H.    Data Collection Schedule (Questionnaire). List of variables to be measured and identify level of measurement.
I.     Instruments, Tools for Measuring Variables – Schedules, and Questionnaire (Scales, Check Lists, Rating Devices, Indexes, Observation Procedures, and Ranking). Make an attachment if additional space is needed.
J.     Validity and Reliability
K.    Pre-testing the Data Collection Instruments
L.    Definitions of the Most Important Terms and Concepts Used in the Research Project
M.    Administration of the Data Collection Schedule.  (Letters-Persons-Case-Situation-TV-Tape)
N.    Data Processing Procedures including Computer Procedures and Coding Instructions.
O.    Procedures of Data Analysis: Data Analysis Design to be Used.


Apa itu GRE..?


GRE atau Graduate Record Examinations adalah tes yang wajib diikuti sebelum mendaftar program pasca sarjana di Amerika. GRE diperuntukkan bagi sekolah-sekolah non bisnis, jika tertarik mendaftar sekolah bisnis jenis tes yang mesti diikuti adalah GMAT.
Saya menduga, tes ini diperlukan untuk mengkuantifikasi kemampuan akademik para pelamar dalam standar yang sama.

Pelamar yang ingin sekolah ke Amerika berasal dari segala penjuru dunia, dengan sistem pendidikan dan penilaian yang berbeda. IP 3 di Indonesia belum tentu berbobot sama dengan di Cina, ini pun dengan asumsi Cina menggunakan cara penilaian yang sama dengan kita.
GRE terdiri atas tiga bagian: verbal, quantitative, dan analytical writing.  Nilai maksimal untuk verbal dan quantitative adalah 800, sedang analytical writing diberi nilai maksimal 6. Untuk mahasiswa Indonesia, bagian quantitative (matematika) biasanya tidak terlalu menjadi masalah. Soal-soal yang diberikan memiliki tingkat kesulitan hampir sama dengan matematika dasar waktu SPMB/UMPTN dulu. Asal berlatih dan memahami istilah-istilah matematika dalam bahasa Inggris, soal bisa dilibas habis.
Bagian verbal ini yang lebih menantang. Kesulitan umum bagi kita yang bukan penutur Inggris terutama pada penguasaan vocabulary. Jangan bayangkan vocab pasaran yang akan keluar dalam tes, melainkan kata-kata yang mungkin kita baru tahu saat itu. Belum lagi struktur kalimat soal yang dibuat rada memutar hingga memerlukan tambahan waktu untuk memahami maksud soal tersebut.
Sebagai perbandingan, orang yang bertutur Inggris sekalipun normalnya akan mendapatkan nilai verbal lebih rendah dibanding nilai quantitative. Bagaimana dengan kita yang sehari-hari berbahasa Indonesia atau malah bahasa Jawa?
Tapi ini bukan menakut-nakuti lho. Moral kisah ini berarti perlu usaha lebih keras dan strategi khusus untuk menaklukkan tes bagian verbal. Sudah banyak tersedia buku-buku latihan GRE yang berisi latihan soal sekaligus contoh-contoh strategi yang bisa diterapkan. Yang penting, investasikan waktu secara cukup dan konsisten.
Bagian terakhir GRE adalah analytical writing. Di bagian ini peserta akan diberi satu kasus, dan berdasar kasus itu peserta diminta menuliskan tanggapan dan argumennya. Respon dari kasus bisa setuju ataupun tidak, yang penting argumen yang disusun mesti sistematis dan meyakinkan.
Waktu yang diberikan untuk mengerjakan tes tentu saja terbatas. Akan sangat membantu jika sebelum tes kita melakukan simulasi dengan mengerjakan soal dalam kerangka waktu tes sungguhan. Ini akan memberikan sense bagaimana cara membagi waktu dalam pengerjaan nantinya. Jangan pernah terpaku mengerjakan satu soal sulit, karena bobot soal sulit dan mudah tidak dibedakan.
Satu lagi yang penting, tes ini berformat komputer. Artinya, peserta tidak akan diberi lembar soal dan lembar jawaban. Peserta mesti membaca soal dan memberikan jawaban langsung di layar komputer. Bagi yang tidak terbiasa ini bisa menimbulkan kesulitan tersendiri. Satu lagi kelemahan tes berformat komputer, peserta mesti menjawab soal secara urut. Soal yang dianggap sulit tidak bisa dilompati untuk kemudian dikerjakan ulang nanti. Ini menjadi semakin membuat penting manajemen waktu. Jangan berlama-lama memelototi satu soal, jika sudah punya 2-3 alternatif jawaban, segera tembak salah satu.

TIPS : Menulis Statement of Purpose (SOP)


Statement of Purpose (SOP) biasanya memiliki panjang 1-2 halaman. Isinya terutama menerangkan tujuan ingin melanjutkan sekolah ke jurusan dan universitas yang kita tuju.
Menurlis SOP merupakan salah satu persyaratan untuk mendaftar sekolah. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum mulai menulis sebuah SOP.

1. Menentukan Tujuan

Tujuan SOP adalah untuk meyakinkan komite profesor bahwa kita adalah pelamar yang layak dipilih. Cara membuat mereka yakin yaitu dengan menunjukkan kemampuan dan motivasi bahwa kita bisa sukses di bidang yang dipilih. Tujuan ini mesti tertulis jelas dalam SOP.
2. Membuat Isi SOP
Biasanya SOP dibuat dalam format bebas, tapi dalam kasus tertentu mereka telah menyediakan semacam outline atau daftar pertanyaan yang mesti dijawab. Jika ini yang terjadi, pastikan menjawab pertanyaan secara langsung dan lengkap tanpa berbelit-belit.
Isi SOP hendaknya mencakup:
- Tujuan kenapa ingin studi lanjut
- Spesialisasi atau minat yang dipilih
- Manfaat bagi masyarakat atau perusahaan setelah studi lanjut
- Persiapan yang sudah dilakukan (akademik, kegiatan ekstrakulikuler)
- Penjelasan jika ada nilai akademik yang naik-turun (mis: ada nilai jelek di satu semester)
- Hal khusus lain yang belum terungkap di form pendaftaran
- Alasan kenapa tertarik mendaftar ke sekolah bersangkutan

Dan yang paling penting, SOP adalah cara kita memperkenalkan diri pada komite profesor. Pastikan hal yang relevan terungkap semua.
Berikut adalah contoh SOP:
Contoh 1
I suppose if we all knew why we think, feel and act like we do, Psychology wouldn’t even exist. It seems next to impossible, t herefore, to try to describe in detail why I have chosen to be a clinical psychologist. All I can possibly tell you is the sort of experiences I’ve had that demonstrate how interested I am in clinical psychology.
I can’t even remember why I chose to major in psychology, but I knew once I enrolled in Psychology 101 that if I just stayed in psychology, I knew I would never be bored with my education or my career. I soon learned how important it was to get research experience, so I enrolled joined Dr. Sensali’s lab in September, 1999. While there, I was primarily responsible for entering data from a survey we were conducting of students’ attitudes toward different types of teaching styles. One of the things I most appreciated about this experience was that I got to interact with other graduate students, and observe firsthand the stresses and joys of graduate school. I also got my first exposure to SPSS that semester, and I am grateful for that because it gave me a bit of a head start in learning how to use a statistical analysis software.
In January 2000, I enrolled in Abnormal Psychology. Dr. Richmond taught this class, and it was probably his enthusiasm for the subject matter that eventually converted me to the idea of becoming a clinical psychologist. I did well in the course as I did in most of my courses, but the most important thing about that class was that I had to write a research paper on personality disorders as a course requirement. For whatever reason, I was particularly struck by narcissistic personality disorder, and as I spent hours and hours in the library researching this topic, it became clear very quickly that although psychologists know a lot about this and other disorders, more high-quality research is sorely needed. I remember thinking how frustrated I was as I realized that there were gaps in my paper-no one seemed to have explored this question or that question-and I could only imagine how practitioners felt as they tried to do the best they could for their clients but didn’t quite have all the information they needed in order to do so. Good research is crucial to alleviating people’s distress, and I want to be any research that moves toward that goal.
In my final semester of my senior year at XXXXXX, I joined Dr. Raskin’s lab. There, I was able to run married couples through an interview procedure as part of a study on how marital communication is affected by the death of a child. I appreciated Dr. Raskin’s trust in me, even if it was scary at times. Later I also assisted as a data enterer and response coder. On a few occasions, I also participated in data analysis sessions with the graduate students.
Another important experience I had that semester is that I began volunteering for Crisis services. This was not just an eye-opening experience, it was also a real personal challenge for me, as I was basically forced, with minimal training, to somehow establish common-ground with people who were experiencing acute, severe distress. Some of my life’s scariest experiences took place while I volunteered for Crisis services, but it was so uplifting to be able to know I might have made a tiny difference at just the right moment for a handful of people. After this experience, I knew for certain that I would attend graduate school in Clinical Psychology.
Overall I am pleased with my academic record and I believe that it has prepared me very well for graduate school. As you may notice, however, my grades improved over time. I began college as a pre-med major, and as should be evident, most of the “damage” to my GPA occurred in my freshman-year chemistry and physics classes. I learned important things about the philosophy of science in those classes, but as I learned about a year later, my interests were clearly elsewhere (i.e., in working with people).
I assume that my recommenders have adequately addressed my qualifications for your graduate program. I hope you will seriously consider me as a student in your program, because by interest in personality disorders is well-represented by the faculty in your department. I sincerely believe I would make an excellent student in your program, and I am prepared to work and study hard in order to meet the high standards that CWRU is known for. Thank you for your consideration.
Contoh 2
A beluga whale helped me first realize my true academic passion. I spent my high school summers and weekends volunteering at the New York Aquarium, first in the education department, and later in the training department. It was there, through casual and research-oriented observations of cetaceans, that I began to wonder about animal and human minds. I later had the opportunity to participate in an observational research project, helping to record data on the behaviors of new whale calves and mothers. My informal and formal observations fed my interest in the phylogenetic and ontogenetic bases of cognition and language.
As a psychology student at [my school], I had numerous opportunities to research and observe human psychology, both in and out of the classroom. As a sophomore, along with a professor and fellow students in a seminar class, I helped design and run a study on categorization and user’s intentions. Later that year we presented our findings at the annual American Psychological Society meeting. In that same year I also assisted a professor in conducting a study on the effects of familiar and unfamiliar music on reading comprehension.
I spent the summer following my sophomore year (1997) as a research assistant in the [my school] Psychology Department, funded by a grant from the Howard Hughes Foundation. I collaborated with a professor, a fellow undergraduate student, and a visiting high school student to research, design, and run a study on attitudes towards germs and illness. This included conducting an extensive literature review, specifying research questions, and designing questionnaires that would help us effectively answer our research questions. In addition to strengthening my research abilities, this experience gave me the invaluable opportunity to interact with fellow researchers as a student, a peer, and a mentor.
My extracurricular research experience during my sophomore and junior years of college gave me the tools to independently develop and carry out research projects. During my senior year at [my school], I completed a long term library-based research project on the evolution of the human linguistic ability. As a person who tends to look at the big picture when conducting research, this project was the perfect opportunity for me to integrate research from numerous fields and subfields in order to answer a psychologically based question. Through the study of anthropology, paleoneurology, neuropsychology, linguistics, and psycholinguistics, I explored theories debating the neurological and behavioral bases for language evolution. Although I do not envision the study of language evolution as being my main focus in graduate school or beyond, I still hold an interest in the field. As soon as I complete my graduate school applications, I plan to start preparing peer commentary articles on this topic for the on-line journal Psycholoquy.
My current research interests include language acquisition and cognitive development. I would like to study the relationship between language acquisition and the development of other cognitive processes. More specifically, I am interested how the development of metacognition and concepts affects and is effected by semantic and lexical development in toddlers and preschoolers. This research interest has developed over the greater part of the last decade; starting with my observations of behavior development in beluga whales, and shaped by my in depth study of cognition and language as a college undergraduate.
I feel that my research interests fit extremely well with the psychology department at [school I am applying to], and in particular with professors [a professor] and [another professor]. I would be elated to have the opportunity to study in a department where there is such a plethora of researchers who study cognition and development. The breadth of research done at [school I am applying to] would allow me not only to pursue my interests in depth with talented researchers, but would also allow me to eventually pursue some of my secondary interests in other areas of cognitive development. It is because of these fabulous opportunities that [school I am applying to] is my top choice for graduate study.
I am confident that graduate study at [school I am applying to] would prepare me well for my long term career goals. I wish to eventually hold a tenured position at a college or university, where I would have the opportunity to do research and to act as a teacher and mentor to undergraduate and graduate students. My undergraduate experiences at [my school] have fostered my love of and dedication to research, and provided the necessary tools to pursue my goals. I know that the opportunity to study at [school I am applying to] would allow me to grow as a student and researcher, and allow me to make significant contributions to the field of developmental psychology.
Please note that I have replaced identifying information (my undergraduate institution, and school I wrote this essay for) with “[my school]” or “[school I am applying to]“. Also note that the paragraph about my fit with the school was different for each school. And I didn’t say that every school was my first choice… I only told that to the two school that were at the time my top choices. (I couldn’t decide between the two, so I felt justified in telling both of them that they were at the top of my list, since they were.) Paragraph divisions have also been removed.

TIPS : Pilih PBT atau IBT


Mau cari beasiswa apapun, TOEFL jelas diperlukan. Ada beberapa negara yang lebih mengutamakan IELTS, tapi sepertinya TOEFL tetap lebih umum.
Tes ini dibedakan menjadi 2 format: Paper Based TOEFL (PBT) dan Internet Based TOEFL (iBT). iBT merupakan tes bentuk terbaru. Peserta harus membaca dan mengerjakan soal langsung di depan komputer.

Beberapa orang merasa kalau iBT relatif lebih sulit dibanding PBT. Tantangan terbesar iBT karena tes ini lebih menguji kemampuan Inggris aktif, semua bagian tes langsung menguji kemampuan praktis peserta dalam berbahasa Inggris.
Ini bisa dilihat dari pembagian di iBT yang terdiri atas: Reading, ListeningSpeaking, dan Writing dengan total maksimal skor 120. Bagian reading dengan listening tentu bukan hal baru, soalnya di PBT juga ada. Bagian speaking sama writing ini yang jadi inovasi baru. Dari namanya sudah jelas, kemampuan menulis dan berbicara ikut diteskan di iBT. Untuk kita yang sebelumnya tidak biasa nulis apalagi ngomong pake bahasa Inggris, ini akan jadi tantangan tersendiri.
Sedang PBT adalah jenis tes TOEFL model lama. Pasti banyak diantara kita yang pernah mencoba ikut tes ini. PBT dibagi menjadi 3 bagian: Listening Comprehension, Structure and Written Expression, dan Vocabulary and Reading Comprehension. Skor tertinggi yang dapat diraih adalah 677.
Kalau sudah mengikuti TOEFL yang internasional, akan ditambahkan bagian keempat yaitu Test of Written English (TWE) dimana peserta diminta menulis karangan dalam bahasa Inggris yang nantinya akan dinilai dari skala 1 hingga 6. Tapi kabar baiknya, umumnya nilai TWE tidak dipersyaratkan langsung olehuniversitas. Seringnya mereka hanya mematok skor minimum untuk 3 bagian tes tanpa menyertakan TWE.
Karena tidak ada praktik ngomong dan nulis, untuk banyak peserta ini akan lebih memudahkan. Asal paham dan hafal bentuk-bentuk struktur kalimat untuk menjawab bagian structure and written expression ditambah punya kemampuan listening yang memadai skor tinggi bisa diraih.
Satu lagi kelebihan PBT, sebelum ikut tes sungguhan kita bisa try out dulu dengan ikut tes sejenis yang diselenggarakan lembaga-lembaga kursus bahasa Inggris. Selain biaya yang jauh lebih murah, dengan ikut try out peserta akhirnya bisa merasakan suasana tes sungguhan sekaligus mengukur sejauh mana kemampuan yang sudah dicapai. Sedang untuk iBT, saya belum pernah dengar ada lembaga yang memberikan try out untuk jenis tes ini.
Cuma kekurangan PBT, tes ini hanya ditawarkan 5-6 kali setahun. Kota yang menyelenggarakan tes pun lebih terbatas. Sedang iBT diadakan lebih sering dengan hampir semua kota besar di Indonesiamenyelenggarakannya. Hasil PBT pun akan keluar lebih lama dibanding iBT. Lebih jelasnya, silahkan cekdisini. Bagi yang sedang terburu-buru karena mengejar deadline, iBT akan jadi lebih masuk akal.
Jadi  mending pilih mana,  iBT atau PBT? Jawaban paling pas akhirnya kembali ke tiap individu. Dengan melihat kemampuan sekarang plus ketersediaan waktu, mana diantara kedua tes itu yang dirasa mampu dikerjakan dengan lebih percaya diri.

TIPS : Menaklukkan Paper Based TOEFL


kungfu Jurus Menaklukkan Paper Based TOEFLBuku pelajaran TOEFL yang paling luas pemakaiannya di Indonesia adalah dari Barron: How to Prepare for TOEFL. Seorang rekan dari lulusan sebuah sekolah di Bandung yang bekerja di Bappenas mampu mencapai nilai 620 dengan memakai  buku ini.
Bagaimana cara dia belajar? Ia menghafal mati pola-pola structure yang terdapat pada buku ini!

Buku itu sebetulnya disusun untuk orang yang sudah rada canggih Bahasa Inggris nya. Untuk jelasnya, silahkan Anda baca sendiri kata pengantarnya.
Buku Barron mengajar para pembacanya dengan memberikan puluhan pola-pola structure yang harus diketahui para pembaca. Dilanjutkan dengan contoh kalimat yang benar serta contoh kalimat yang salah tanpa penjelasan yang mendalam. Seandainya Anda sudah mempunyai dasar bahasa Inggris yang cukup bagus, buku dari Barron (dan juga beberapa buku TOEFL lainnya yang menggunakan pola pengajaran yang sama) cukup baik Anda pelajari karena pola-pola ini akan mengingatkan kembali pada hal-hal “remeh” yang Anda lupakan.
Sebaliknya, jika Anda tidak mempunyai dasar bahasa Inggris yang baik, ketika Anda membaca buku ini, kepala Anda akan terangguk -angguk: betapa mudahnya balajar TOEFL, kita hanya disuguhi pola-pola structure belaka. Akan tetapi, ketika Anda menginjak pola yang ke 30, kemungkinan besar Anda sudah melupakan pola 1 sampai dengan 10! Buku ini menurut saya, bersifat mengingatkan tapi kurang memberikan pengertian pada para pembacanya.
Jika Anda mempunyai TOEFL awal (tanpa belajar) sekitar 500, sebaiknya Anda memakai buku dari Cliffs: TOEFL Preparation Guide. Saya sendiri memakai  buku Cliffs. Seorang karyawati BDN tamatan sebuahperguruan tinggi Bandung, mampu mencapai nilai 643 dengan buku  Cliffs ini. Ketika saya tanya apa rahasianya, jawabnya: “Saya suka dan terbiasa membaca novel berbahasa Inggris sejak lama!”
Seorang lulusan STAN mampu mendapatkan nilai 667 (!) … karena ketika ia masih kecil ia sudah dibiasakan berbahasa Inggris. Hal yang sama juga terjadi pada seorang mahasiswa undergraduate bidang political science di University of Houston.
Jika dasar pengetahuan bahasa Inggris Anda kurang bagus (nilai TOEFL sekitar 400-an), sebaiknya Anda memakai buku berjudul Building Skill for TOEFL terbitan  Nelson atau Bina Rupa Aksara (khusus hak edar Indonesia). Di Indonesia, belilah sekaligus dengan kaset dan kunci bahasannya. Jika Anda membeli bukunya terlebih dahulu, belum tentu Anda dapat membeli kasetnya secara terpisah di kemudian hari.
Buku Preparation Course for the TOEFL terbitan Longman dengan pengarang Deborah Phillips cukup bagus juga untuk dipertimbangkan membelinya. Susunan buku ini mirip sekali dengan buku terbitan Binarupa Aksara. Sayangnya, buku Longman ini cukup sulit Anda temui di Indonesia.
Omong-omong,  kenapa sih saya menulis kitab pusaka ini? Saya melihat beberapa orang yang sudah belajar keras menghadapi TOEFL, akan tetapi TOEFL nya nggak bisa naik. Hal yang sama pernah terjadi pada saya! Saya pernah kursus TOEFL dan saya tidak mendapatkan hasil dari tempat kursus tersebut.
Tempat kursus tersebut, seperti lazimnya tempat kursus di Indonesia,  memakai buku Barron sebagai buku pegangan utamanya. Bukannya nilai saya naik, tapi nilai saya turun. Padahal, menurut saya, sayalah peserta kursus yang paling rajin sedunia! Kalau murid sudah rajin, tapi tidak bisa juga, satu atau beberapa kemungkinan dibawah ini dapat terjadi:
1. Muridnya bloon.
2. Gurunya kurang cerdas.
3. Metoda pengajaran sang guru tidak tepat.
4. Metoda belajar sang murid nggak benar.
Untuk kasus saya, saya menganggap no. 1 dan 2 tidak mungkin terjadi. Kemungkinannya adalah 3 & 4. Saya nggak mungkin mengubah no. 3 secara revolusioner demi kepentingan saya … siapa sih saya ini? He, he, he …  Karena itulah, saya berusaha menemukan sendiri no. 4: metoda belajar yang cepat dan cocok untuk saya.
Seorang guru pernah menjadi seorang murid. Akan tetapi, ketika ia menjadi guru, ia lupa melupakan cara berpikir seorang murid. Jadi, jangan heran jika banyak guru pintar yang tidak bisa mengajar.
Saya mempunyai banyak buku TOEFL. Setelah membandingkan isinya, akhirnya saya memutuskan untuk memakai buku Cliffs. Saya memakai buku Cliffs karena buku inilah yang memberikan pelajaran mengenai structure secara mendetail.
Saya tidak memakai buku dari Nelson/Binarupa Aksara karena, menurut saya, kita harus mengerjakan latihan bagian per bagian jika kita ingin menguasai structure melalui buku ini. Di lain pihak, kita tidak perlu mengerjakan latihan bagian per bagian jika kita ingin menguasai structure melalui buku Cliffs.
Walaupun demikian, bukan berarti latihan soal tidak penting… seorang pemain basket yang mahir, tidak cukup hanya dengan membaca buku teori saja. Metoda latihan saya akan Anda jumpai juga dalam kitab pusaka ini. Cara saya belajar dengan memakai buku Cliffs mudah-mudahan pas pula buat Anda.
Di halaman muka dari buku Cliffs, Anda dapat menemukan petunjuk pemakaian / cara belajar dengan memakai buku Cliffs. Akan tetapi, saya tidak memakainya karena metodanya nggak pas buat saya, … kurang cepat. Metoda belajar saya didasari atas tiga pemikiran: 1. Bagaimana menguasai structure/grammar secara cepat. 2. Bagaimana kita belajar dari kesalahan yang kita buat. 3. Berusaha mengerti daripada sekedar menghafal.
Nomer 3 penting buat saya karena:
1. Saya percaya, kita mempunyai daya ingat yang terbatas. Misalnya saat ini otak kita menyimpan 1.000 data (baca: 1.000 hafalan). Kita masukkan lagi 500 data. Belum tentu otak kita kemudian menyimpan 1.500 data.
Kenapa? Ada kemungkinan 200 atau 300 data yang sebelumnya kita simpan akan hilang. Jadi total data yang baru adalah 1.300 atau 1.200 saja.
2. Kalau kita berusaha mengerti, jika kita terlupa, dengan mudah kita akan dapat menggali pengertian/informasi yang sudah kita pelajari sebelumnya hanya dengan melihat kembali informasi tersebut sekilas saja. Lebih lanjut lagi, kita dapat menggali informasi yang kita lupakan dengan melihat dan mengorelasikannya dengan informasi lain.
Ada satu hal lagi yang perlu Anda catat : janganlah Anda minder ketika menghadapi seseorang yang mempunyai oral ability yang tinggi. Belum tentu ia mampu mencapai nilai  TOEFL yang tinggi.
Kenapa demikian? Karena ia belum tentu mempergunakan kaidah bahasa Inggris yang baku. Sebaliknya, orang yang memiliki writing ability yang baik, kemungkinan  besar ia mampu mendapatkan nilai TOEFL yang tinggi.
I.A. STRUCTURE AND WRITTEN EXPRESSION
Saya menekankan struktur (Section II  dari  TOEFL)  sebagai bagian yang paling penting dari dua bagian lainnya.  Section I, II, dan III berturut-turut terdiri dari 50, 40, dan 60 soal untuk short version.  Karena nilai maksimum per section hampir sama (berturut- turut: 68, 67, dan 67 menurut Cliffs), mudah dimengerti bahwa kesalahan pada satu soal pada Section II akan lebih besar pengaruhnya terhadap total nilai dibandingkan kesalahan pada section yang lain.
Mengenai pentingnya penguasaan grammar / structure, dapat juga diilustrasikan sbb: Jika  Anda tidak mengerti  macam-macam  bentuk conditional (if), Anda tidak akan dapat memberikan interpretasi yang benar ketika soal jenis ini muncul pada Section I atau Section III.
Bagaimana cara belajar struktur? Pertama, pelajari teori  struktur  bagian perbagian secara berurutan hingga mengerti. Tandai seluruh kata yang tidak Anda ketahui artinya. Terjemahkanlah setelah selesai per bab, jangan menerjemahkan per kata setiap saat Anda menjumpai kata yang sulit. Mohon dibedakan antara membaca untuk sekedar tahu dan membaca untuk belajar. Jika Anda membaca hanya sekedar untuk tahu, tentunya Anda tidak perlu tahu arti seluruh kata yang tidak Anda ketahui. Manfaat kerajinan Anda dalam menerjemahkan juga akan Anda rasakan ketika menghadapi Section III.
Exercise perbagian bisa ditinggalkan terlebih dahulu. Misalkan saja sekarang  Anda  sudah belajar mengenai noun sampai mengerti, kemudian melanjutkan ke  bab  selanjutnya, misalnya mengenai  pronoun. Waktu  Anda belajar  pronoun, ternyata pelajaran mengenai noun Anda lupa lagi: Cuek saja. Yang penting, sewaktu membaca bagian noun tersebut,  Anda sudah mengerti. Dengan cara ini, Anda hanya membutuhkan waktu 5 hari untuk mempelajari stuktur. Kalau lebih ngebut lagi, barangkali hanya butuh waktu 3 hari.
Selanjutnya, kerjakan TOEFL Model Test I Section II  saja. Setelah  selesai,  janganlah melihat explanatory answer terlebih dahulu.  Tapi, ceklah hanya dengan kunci jawabannya saja. Tandai jawaban mana yang benar dan mana yang salah.  Periksa  kembali pekerjaan Anda. Usahakan mengerti sendiri kenapa  jawaban  tersebut salah.
Jika belum mengerti juga, cobalah membuka kembali teori struktur  yang telah Anda pelajari  di muka. Disinilah enaknya kita memakai buku Cliffs: Pada setiap kunci jawabannya, terdapat juga angka yang merujuk pada nomer halaman dimana kita dapat menemukan teori untuk mengatasi soal yang bersangkutan. Jika Anda membaca ulang teori dari problem yang bersangkutan, tapi Anda belum mengerti juga, barulah  Anda dengan  terpaksa mempelajari bagian explanatory  answer.
Kalau sudah menyelesaikan Model Test I Section II, janganlah tergesa-gesa untuk berpindah ke bagian Listening (Section I) atau Vocabulary and Reading Comprehension (Section III), akan tetapi kerjakan segera TOEFL Model Test II Section II. Rasakan kemudahan dalam menjawabnya dibandingkan ketika pertama kali berlatih.
I.B. LISTENING
Biasanya,  orang  yang  nilainya  jatuh  pada   bagian   ini (Section I) memberikan alasan sebagai berikut: ” Saya tidak mengetahui arti kata yang diucapkan “.
Menurut saya, alasan ini adalah tidak tepat. Yang terjadi adalah: “Saya tidak tahu bunyi kata yang diucapkan”. Dengan kata lain: ” Saya gagal mengidentifikasi kata  apa  yang diucapkan. ”
Kenapa demikian? Jika Anda membaca (bukan mendengar) listening script dari Section I, maka saya yakin Anda akan mengetahui arti kata atau kalimat tersebut sekitar 95 – 100%. Masalahnya adalah: Anda tidak terbiasa mendengarkan orang bercakap-cakap dalam bahasa Inggris.
Buku yang paling baik untuk mempelajari  bagian  ini  adalah Building Skill for TOEFL terbitan Nelson/Bina Rupa Aksara ataupun Preparation Course for TOEFL dari Longman.  Pada dua buah buku tersebut,  Anda dilatih setahap demi setahap,  khususnya  mengenai identifikasi suara.  Buku  dari  Barron  cukup  jelas  pula  dalam memberikan kemungkinan tipe soal yang muncul pada section ini, walaupun hanya secara  tertulis. Pada  akhirnya, buku apapun asalkan disertai kaset,  tidak akan menjadi masalah asalkan Anda mengetahui cara belajarnya.
Kalau Anda sudah di USA, bermanfaatkah televisi berbahasa Inggris untuk meningkatkan kemampuan listening kita? Ya! Akan tetapi, berlatih dengan kaset TOEFL akan jauh terasa manfaatnya. Kemampuan Anda dalam mengidentifikasi kalimat di televisi sebetulnya dibantu oleh gambar di televisi ataupun gerakan mulut pembicara. Dengan kata lain, “tidak murni” listening.
Tambahan lagi, kaset TOEFL selalu memberikan rangsangan berupa pertanyaan yang harus dijawab. Tidak demikian halnya dengan televisi. Usahakan mendapatkan nilai yang setinggi-tingginya dari bagian A dan B karena bagian C cukup panjang dan cukup sulit untuk dimengerti. Sewaktu Anda mendengarkan cerita di bagian C, usahakan untuk memikirkan struktur cerita. Hal ini sangat membantu Anda untuk mengerti cerita secara keseluruhan.
Selain itu juga, saya sama sekali tidak menyarankan Anda mempergunakan head phone dalam belajar. Kenapa demikian ? Di Indonesia, sewaktu ujian Anda tidak akan menemukan head phone barang satu biji pun!
Beginilah cara mempelajari Section I. Pertama, putar kaset berisi TOEFL Model Test I Section I. Kerjakan soal-soal pada Section I seperti lazimnya kita ujian TOEFL biasa. Setelah selesai, cocokkan dengan  kuncinya.  Jika  salah,  tandai jawaban mana yang benar. Kemudian, dengar kembali kaset tadi  dari awal  per  nomer soal tanpa melihat bagian Listening  Script terlebih dahulu. Ulangi kembali mendengarkannya jika  Anda belum dapat mengidentifikasi suara-suara  yang  diucapkan  dan belum mengetahui jawaban mana yang benar.
Pada tahap awal, di soal yang sulit, barangkali Anda perlu mengulanginya hingga 6 kali per  nomer soal sebelum dapat mengidentifikasikannya secara tepat. Jadi, Anda tidak mengulanginya sekaligus, tapi pernomer soal. Tentunya, lebih baik jika Anda memiliki tape player yang memungkinkan Anda untuk me rewind tanpa harus menyetop kasetnya terlebih dahulu.
Kemudian, jawablah pertanyaan yang diajukan. Setelah itu, ceklah kalimat yang Anda anggap tepat berdasarkan “pendengaran” Anda tadi dengan kalimat pada Listening Script. Jika sudah  mendengarkan  berulang-ulang tetapi Anda belum  juga mampu mengidentifikasi suara-suara  yang  diucapkan ataupun  belum mengetahui jawaban mana yang  benar,  barulah Anda dengan terpaksa membuka Listening Script dan memperhatikan hanya pada nomer soal itu saja. Buka  kamus  jika perlu.
Lakukan  hal ini hingga seluruh soal selesai. Waktu pertama  kali melakukannya,  Anda bisa menghabiskan waktu tidak kurang dari 3 jam untuk mengulang-ulang satu sisi kaset saja. Setelah itu akan berkurang drastis hingga 1 jam saja karena kemampuan Anda sudah meningkat.
Kalau Anda sudah melakukannya petunjuk  diatas  untuk TOEFL  Model Test I Section I, lanjutkan segera dengan mengerjakan TOEFL Model Test  II Section I. Rasakan kemudahannya dibanding ketika mengerjakan Test I dan  nikmatilah subscore yang lebih tinggi !
I.C. VOCABULARY AND READING COMPREHENSION
Jika saya menekankan Section II (Structure and Written Expression) sebagai konsentrasi belajar saya, maka saya menekankan Section III (Vocabulary and Reading Comprehension) sebagai tempat saya mencari nilai. Untuk bagian ini, terus terang saya tidak menemui kesulitan  sama sekali. Dua kali berturut-turut, nilai TOEFL saya untuk section ini adalah 67.
Cara belajarnya nggak aneh-aneh. Sering seringlah membuka kamus ketika membaca bacaan berbahasa Inggris. Kalau Anda mengetahui arti dari seluruh kata yang terdapat pada buku Barron atau Cliffs, Hal itu sudah Lebih dari pada cukup.
Akan tetapi, ada juga orang yang lebih suka menghafal sederet atau sekumpulan kata-kata yang tidak ketahuan ujung pangkalnya. Menurut saya, cara ini tidak efektif. Dengan cepat kita akan melupakannya lagi karena kita tidak mengetahui konteks pemakaian kalimat ini.
Lagipula, saya merasa kasihan pada diri saya jika saya harus banyak menghafal. Bagi saya, tulisan dalam artikel majalah, apalagi novel, lebih sulit untuk mengartikan kosa katanya jika dibandingkan dengan text book. Beberapa orang malahan berpendapat sebaliknya. Bagaimana menurut Anda sendiri?
Seorang teman menambah perbendaharaan kata dengan menulis kata- kata yang tidak diketahuinya dalam sepucuk kertas. Satu kertas untuk satu kata yang tidak diketahui. Selain menulis padanan kata, ia juga menulis turunan kata tersebut, misalnya bentuk adjective- nya. Ia menghafal kata-kata tersebut diwaktu senggang. Setiap orang memiliki metodanya sendiri-sendiri. Kalau Anda ingin meningkatkan vocabulary Anda secara sistimatis, buku yang terbaik adalah buku yang berjudul Word Smart dari Princeton Review.
I.D. BEBERAPA KIAT DALAM BELAJAR TOEFL
I.D.1. Kaset TOEFL yang sudah pernah Anda jawab soal-soalnya, jangan lupa untuk sering memutarnya; misalnya waktu Anda lagi membereskan kamar,  menjelang  tidur, ngelamunin pacar, dsb. Cara belajar ini adalah cara belajar paling malas yang pernah saya temukan!
Pokoknya, Anda hanya mendengar untuk membiasakan saraf telinga Anda saja. Terserah Anda hendak berpikir atau tidak. Kalau Anda ingin bepikir sedikit, coba pulalah untuk mengulang kalimat tersebut atau menjawab dalam hati.  Jadi,  yang namanya belajar itu nggak cuma di meja belajar saja.
Cukup menyedihkan melihat kenyataan bahwa teman-teman yang meminta kitab pusaka ini jarang sekali yang berniat untuk mempraktekkan cara belajar termalas ini. Padahal cara belajar ini sama sekali tidak memerlukan waktu khusus.
Jadi, masalahnya bukan gurunya yang salah, tetapi muridnya yang salah.
I.D.2. Usahakanlah untuk sering  mengarang  dalam  bahasa  Inggris. Cukup yang sederhana saja, misalnya: kegiatan Anda sehari-hari,  cita-cita, riwayat hidup, dsb.  Hal  ini sangat  membantu untuk  menguasai TOEFL, apalagi jika ada TWE (Test of Written English).
I.D.3. Walaupun Anda memiliki banyak buku TOEFL, untuk menghadapi Section II sebaiknya Anda hanya mempelajari 1 buah buku sebagai buku pegangan utama. Buku lain boleh Anda pakai, tapi hanya sebagai buku pendamping saja.
Kenapa demikian? Dalam kasus ini, bagi saya pribadi, mendalami seluruh isi suatu buku secara tidak sadar berarti juga mendalami: urutan penyajian buku itu, hal apa saja yang yang menjadi penekanan dari penulis, cara berpikir sang penulis, dan sebagainya. Jika saya mempelajari seluruh isi buku lainnya secara bersamaan, dapat dibayangkan betapa berat beban untuk meramunya.
I.D.4. Jangan pula dilupakan, buku Cliffs ataupun  buku  TOEFL lain  edisi terbaru sudah ada bagian TWE -nya. Di Shopping Centre kota Yogya, harga buku Cliffs hanya Rp 11.000 saja termasuk kaset – kasetnya. Di Toko Buku Gramedia Bandung harganya mencapai Rp. 23.000. Di TB Gunung Agung di Jln. Kwitang (dekat Proyek Senen), harganya mencapai Rp.28.000. Di perpustakaan yang besar, buku ini juga tersedia.
I.D.5. Saya juga punya buku + kaset TOEFL dari ETS. Cukup bermanfaat sebagai latihan, tapi tidak  bermanfaat sebagai buku  pedoman,  karena teori-teori nggak diberikan disini, langsung soal dan  penjelasan  jawaban. Dari jawaban dan penjelasan tersebut, khususnya pada bagian Understanding TOEFL kita bisa tahu filosofi para pembuat soal TOEFL. Cek,cek, cek, … (Filosofi itu apa sih ?!)
I.E. KIAT MEMILIH TEMPAT UJIAN TOEFL.
Selain letak dan jarak, satu faktor mutlak yang harus Anda pertimbangkan, dalam memilih tempat ujian TOEFL adalah: seberapa baik sound system tempat itu. Tempat test terbaik di Jakarta yang pernah saya ketahui dari seorang teman  adalah Jakarta International School dekat Pondok Indah. Sound system yang apik dan ruangan yang cukup kecil (ukuran satu  ruang kelas sekolah), membuat suara cukup jelas di dengar.
Saya sendiri pernah tes di Gedung Manggala Wana Bakti (Departemen Kehutanan), Slipi, Jakarta. Ruangan sangat besar (muat untuk 400 orang), demikian pula dengan speaker yang sebesar gajah; hasilnya membuat suara bergema. Jika Anda terlanjur mendapat tempat tes ini, janganlah kuatir ! Agar Anda terbiasa dengan kondisi sound system disana, ketika Anda belajar Section I, keraskan nada bas tape Anda !
Jika Anda tes di Uninus Bandung, konon kabarnya, supaya terbiasa, Anda harus belajar TOEFL dalam suasana yang ribut ! Jika Anda tes di PPIA Jakarta, siapkanlah pakaian hangat. AC  – nya nggak bisa dikecilkan ! Karena itu, jika Anda ingin mendapatkan tempat tes yang baik, bergegaslah mendaftar!

Trik Jitu Menaklukkan GMAT - GRE


Catatan: Artikel ini dibuat beberapa tahun lalu, beberapa bagian GMAT/GRE yang diteskan mungkin sudah mengalami perubahan. Namun tulisan ini masih bernilai, terutama karena memberikan strategi belajar untuk mendapat skor tinggi.
Buku GMAT yang harus dimiliki adalah sbb:
1. Offical Book for GMAT Review dari ETS (Educational Testing Service), penyelenggara GMAT yang berlokasi di kota Princeton, New Jersey, USA.
2. Cracking the System: The GMAT dari Princeton Review (tidak ada hubungannya dengan ETS).
Gunakan buku no. 1 sebagai sumber latihan soal dan buku no.2 sebagai sumber strategi. Buku no. 2 adalah buku terbaik mengenai strategi menghadapi GMAT. Pengarangnya adalah Geoff Martz, dkk.
Seluruh pengarangnya berasal dari lulusan universitas ngetop: Princeton, Columbia, Oxford, Wharton (University of Pennsylvania),Dartmouth, dsb. Di USA, silahkan Anda mencari buku ini di Walden Book Store. Sayang  sekali, buku “sakti” Cracking the System sulit didapatkan di Indonesia. Jika tidak memiliki buku nomer 2, buku dibawah ini sebaiknya Anda miliki:
Supercourse for GMAT, Thomas H. Martinson, ARCO.
Ada 2 buku GMAT terbitan ARCO yang dikarang oleh Thomas. H. Martinson (lulusan Harvard Law School). Tapi, hanya satu yang berlabel Supercourse; dan itulah buku paling komplit mengenai GMAT walaupun agak bertele-tele. Di Toko Buku (TB) Gramedia Blok M Anda dapat menjumpai buku GMAT dari Arco ini.  Verbal dan Mathematics Review diberikan disini. Harganya sekitar Rp 50.000. Saat ini, buku ini sudah mencapai edisi ke 3.
Sudah punya Official Guide for GMAT Review atau belum? Buku ini memberikan mathematics review yang cukup bagus, walaupun untuk bagian verbal hanya diberikan soal dan penjelasan saja. Buku ini wajib Anda miliki. Dahulu, harganya $ 12. Silahkan beli melalui IIE(Institute of International Education) di Lippo Centre, Jln. Gatot Subroto (dekat Gedung Patra) atau ETS di Princeton (New Jersey) jika Anda di Amerika. Kalau habis, silahkan fotokopi dari saya.
Buku GMAT dari Cliffs (yang kurang menyeluruh dalam memberikan teori) tersedia di TB Triad, Jln. Purnawarman Bandung. Di TB Triad Jakarta juga ada. TB Triad dan beberapa toko buku lainnya di kota Bandung (misalnya Insulinde, Intervarsity, dll.) sanggup mencarikan buku dari penerbit asalnya, jika Anda tidak mampu menjumpainya di Indonesia. Dibandingkan dengan toko buku di kota-kota lainnya, toko buku di kota Bandung yang saya sebutkan di atas jauh lebih lengkap koleksinya untuk buku-buku serius. Perhatikan juga ciri buku GMAT edisi baru: bagian critical reasoning harus ada, karena analysis of situation tidak keluar lagi pada GMAT akhir-akhir ini.
Buku GMAT dari Barron banyak sekali kesalahannya terutama pada bagian sentence correction. Lagi pula, bagian matematikanya terlalu mudah dikerjakan. Buku GMAT dari Barron sudah dicetak hingga edisi ke 8. Akan tetapi, saya lebih suka menyebutnya sebagai cetakan ke 8 karena perubahan dari satu edisi ke edisi berikutnya minim sekali. Anda tidak perlu membeli buku ini, begitu juga buku dari penerbit lainnya yang bersemboyan “duit mau, mutu nanti dulu”. Untuk latihan soal, sebaiknya Anda tetap memakai buku dari ETS sebagai buku utama.
Di toko buku di USA, Anda dapat menemukan berbagai software GMAT. Anda bisa juga membelinya dari ETS di USA atau IIE di Indonesia. Saya pernah mencobanya. Hasilnya, saya meragukan manfaat latihan GMAT dengan menggunakan komputer. Sebagai contoh, Anda tetap memerlukan kertas untuk coret mencoret sewaktu mengerjakan bagian kuantitatif. Untuk bagian verbal Anda tetap perlu untuk memberi tanda pada bacaan untuk mempermudah menemukan kata kunci, dsb. Hal-hal tersebut di atas belum dapat dilakukan oleh software yang ada di pasaran saat ini. Terkecuali jika Anda terlalu banyak uang, Anda tidak perlu  membeli software semacam itu.
Booklet dari ETS menyatakan bahwa nilai GMAT itu mempunyai plus minus 20. Jadi, jika Anda sudah berusaha keras tapi nilai GMAT Anda hanya 400 saja, hal ini berarti lampu merah buat Anda. Dengan kemampuan yang  sama, jika Anda mengambil GMAT lagi dan 400 adalah angka tengah, nilai Anda hanya bisa naik menjadi 420 atau atau malahan turun menjadi 380. Lebih sial lagi jika 400 adalah batas atas nilai Anda. Nilai Anda berikutnya bisa menjadi 360. Artinya, jika Anda ingin mendapatkan kenaikan nilai GMAT drastis, metoda belajar Anda harus dirubah total. Dengan merubah metoda belajar, seorang teman saya mampu menaikkan nilainya sebanyak 130.
Orang yang  sanggup menaklukkan bagian verbal dari GMAT, pasti sanggup menaklukkan TOEFL. Kebalikannya tidak berlaku. Amat  sangat jarang  sekali saya melihat seseorang yang memiliki nilai GMAT diatas nilai TOEFL. Jadi, jika Anda mendapat nilai TOEFL hanya 500, ini berarti tanda bahaya buat Anda. Kemungkinan besar nilai GMAT Anda tidak akan mencapai 400! Berapakah nilai yang  Anda  dapatkan jika Anda hanya duduk saja, tanpa mengerjakan soal, sewaktu ujian GMAT? 200!
Walaupun Anda merencanakan untuk memasuki program MBA 2 tahun lagi, ada baiknya jika anda mengambil GMAT ketika masih di undergraduate atau selang tidak berapa lama setelah lulus dari sekolah. Nilai GMAT toh berlaku hingga 5 tahun. Data yang saya miliki menunjukkan bahwa nilai peserta GMAT yang mengambil test lebih dari 2 tahun setelah lulus dari undergradute, rata-rata 20 hingga 30 angka lebih rendah dari mereka yang masih bersekolah di undergraduate ataupun baru saja lulus. Saya yakin Anda bisa memperkirakan penyebabnya.
Nilai total GMAT Anda selalu merupakan kelipatan 10, tapi nilai rata-rata seluruh peserta GMAT mungkin saja berakhir dengan bilangan 0 hingga 9. Nilai rata-rata peserta GMAT, khususnya bagian kuantitative, dari tahun ke tahun ke tahun mengalami kenaikan.
Sebagai contoh, rata-rata nilai adalah 462 pada tahun 1976-1979; 486 pada tahun 1985-1988; dan tiga tahun belakangan ini telah menjadi 494. Artinya, untuk mendapatkan percentile rank yang sama, nilai Anda harus lebih tinggi dari para peserta tes sebelumnya. Dari 200.000 lebih peserta GMAT per tahun, rata-rata 8 orang diantaranya mendapatkan nilai sempuran atau 800!
Sama halnya dengan GRE, nilai GMAT Anda dari tiga test terakhir akan muncul di score report. Biasanya,perguruan tinggi di USA memakai nilai yang tertinggi, bukan nilai rata-rata.
Sebelum Anda mempelajari buku Princeton Review dan strategi dibawah ini, sebaiknya Anda berlatih mengerjakan seluruh bagian GMAT minimal satu kali terlebih dahulu. Tulisan dibawah ini tidak bermaksud untuk mengajarkan GMAT mulai dari awal. Saya hanya bermaksud memperbaiki kesalahan Anda, jika ada. Kalau Anda sudah berlatih, silahkan Anda baca pembahasan quantitative section dan selanjutnya verbal section seperti di bawah ini.
2.1. QUANTITATIVE SECTION
Banyak orang yang mengatakan bahwa bagian kuantitatif (matematika) dari GMAT adalah gampang. Pernyataan ini adalah benar tapi kurang komplit sehingga menyesatkan! Pertama, anda harus ingat bahwa nilai Anda adalah nilai relatif terhadap nilai peserta lainnya. Jadi, jika Anda menganggap bagian kuantitatif adalah gampang dan banyak orang berpikiran sama, nilai relatif Anda adalah rendah. Jika Anda hanya bisa mendapatkan nilai 60% saja untuk bagian itu, Anda harus belajar lebih keras lagi.
Kedua, karena bagian verbal tidak sulit – tapi sangat sulit-untuk dikerjakan, maka bagian kuantitatif adalah sarana untuk mengkatrol nilai total Anda. Dengan kata lain, kata “mudah” belumlah cukup. Beberapa teman saya ada yang mendapat nilai 98 untuk bagian kuantitatif. Artinya, 98% peserta GMAT di seluruh dunia mendapatkan nilai kuantitatif di bawah mereka. Merekalah yang berhak menyebut soal kuantitatif pada GMAT adalah “benar-benar mudah.”
Sebelum berlatih mengerjakan soal-soal, hendaknya mathematics review berikut istilah-istilahnya (misalnya isosceles, quadrilateral, dsb.) serta petunjuk soal Anda pelajari benar-benar. Mathematics review pada buku terbitan ETS sudah cukup memadai. Diluar dugaan saya, masih banyak rekan-rekan yang tidak mengerti maksud soal data sufficiency. Anda harus familiar dengan bentuk soal. Dalam ujian, Anda tidak boleh lagi bertanya- tanya: maksud soal ini apa sih?
Ketika Anda meneliti jawaban latihan Anda dengan mencocokkan dengan kunci jawaban, cobalah untuk mengerti sendiri kenapa Anda berbuat kesalahan.  Janganlah tergesa-gesa untuk membuka pembahasan soal. Seperti pada TOEFL, cobalah kaji kembali teori di halaman muka. Jika ini tidak membantu juga, barulah dengan terpaksa Anda membuka pembahasan soal. Penjelasan quantitative section yang terdiri dari macam, yaitu problem solving dan data sufficiency, secara mendalam akan Anda temukan dibawah ini.
2.1.A. PROBLEM SOLVING
Usahakan untuk tidak  kehilangan angka pada soal-soal awal, sebab soal-soal awal ini biasanya lebih mudah dibandingkan soal-soal yang ditengah/akhir. Berdasarkan data yang saya miliki, persentase peserta di seluruh dunia yang menjawab soal dengan benar pada 5 soal yang terakhir berturut-turut adalah sebagai berikut:
19%, 36%, 26%, 15%, dan 11%.
Artinya, soal soal tersebut secara kasar dipakai untuk membedakan peserta tes yang mendapatkan nilai kuantitatif diatas atau dibawah 80%. Dengan kata lain, prioritaskan waktu Anda untuk mengerjakan soal-soal sebelumnya.
Kemampuan pertama yang dibutuhkan dalam mengerjakan problem solving adalah membentuk soal kalimat menjadi rumusan matematik dan selanjutnya memasukkan variabel-variabel yang diketahui untuk menemukan jawaban. Kalau Anda tidak mampu menjawabnya dengan rumusan tersebut, cobalah mencari jawaban yang benar dengan memasukkan salah satu jawaban pada multiple choice ke rumus yang Anda susun. Princeton Review menganjurkan untuk memilih jawaban dengan nilai tengah terlebih dahulu. Sebagai contoh, suatu soal mempunyai pilihan jawaban sebagai berikut:
(A) 50 (B) 40    (C) 30    (D) 20    (E)10
Pilihlah jawaban (C) terlebih dahulu. Masukkan angka 30 ini pada persamaan yang telah Anda susun. Misalkan hasil perhitungan Anda menunjukkan bahwa angka 30 terlalu besar, selanjutnya pilih angka 20. Selanjutnya ada dua kemungkinan: pilihan Anda sudah benar atau angka 20 masih terlalu besar. Jika angka 20 masih terlalu besar. Anda tidak perlu untuk memasukkan angka 10, sebab jawabannya pasti 10. Dengan strategi di atas, Anda hanya memerlukan dua kali perhitungan saja. Jika Anda mulai dengan memasukkan angka 50, Anda harus melakukan perhitungan sebanyak 4 kali untuk menemukan jawaban yang benar di (E.
Kalau Anda tidak tahu dari mana dan mau kemana maksud soal, janganlah berputus asa, tapi, tulislah rumus dasar terlebih dahulu. Sebagai contoh, jika soal tersebut membicarakan masalah kecepatan, tulislah persamaan dasar terlebih dahulu yaitu;
Jarak = Kecepatan X Waktu.
Kemudian, masukkan variabel yang Anda ketahui. Berangkat dari situ, Anda akan terheran-heran melihat betapa mudahnya soal tersebut diselesaikan.
Seperti pada TOEFL, dalam  belajar GMAT usahakan untuk tidak meloncat- loncat.  Misalkan saja saat ini Anda latihan  mengerjakan bagian problem solving. Setelah selesai dikerjakan dan diteliti, hendaknya  Anda jangan melompat ke bagian lainnya,  misalnya data sufficiency. Tapi, kerjakanlah kembali  kumpulan  soal problem solving yang lainnya. Kemudahan dalam mengerjakan problem solving yang  kedua dibandingkan yang pertama akan segera Anda rasakan.
Perhatikan juga alokasi waktu. Bagi yang sama sekali belum pernah mengerjakan latihan soal pada GMAT, barangkali 30 menit belum cukup untuk mengerjakan satu section. Cara berlatihnya seperti di bawah ini.
Kerjakan satu section dalam waktu yang lama, misalnya 1.5 jam atau sampai selesai. Setelah Anda teliti lagi, kerjakan lagi jenis soal yang sama (misalnya Problem Solving pada halaman yang berbeda)tapi kurangkan waktunya, misalnya 1 1/4 jam. Demikian seterusnya sehingga Anda dapat menjawabnya dalam waktu 30 menit untuk satu section.
2.1.B. DATA SUFFICIENCY
Sebelum mempelajari bagian data sufficiency, Anda harus mahir mengerjakan bagian problem solving terlebih dahulu.  Untuk bagian data sufficiency, agar cepat mengingat jawaban apa yang harus diberikan untuk kondisi tertentu, ingatlah susunan kata/huruf ini(dari buku terbitan Cliffs):
1 (First statement is sufficient to solve the problem, so choose A),
2 (Second, choose B),
T (Together, choose C),
E (Either, choose D),
N (Neither, choose E)
——–> 1 2 T E N
Biasanya, seseorang mengerjakan data sufficiency dengan cara sebagai berikut:
1. Baca soal
2. Baca statement no.1
3. Baca statement no.2
4. Koq bingung ya?
5. Menjawab soal (dan salah!)
Kalau Anda membaca statement 2 setelah statement 1, tanpa membaca soal kembali, kemungkinan besar Anda akan mengalami kerancuan karena pikiran Anda menganggap informasi pada statement 1 sebagai bagian dari soal. Karena itu, saya menyusun strategi sebagai berikut:
1. Baca soal.
Rubah soal kedalam persamaan matematik (jika perlu)
2. Baca statement no.2 (bukan no.1).
Rubah statement 2 kedalam persamaan matematik (jika perlu).
Beri tanda (misalnya Y atau N, T atau F): apakah statement 2 cukup untuk menjawab soal atau tidak.
3. Baca soal kembali.
4. Baca statement no.1.
Rubah statement 1 kedalam persamaan matematik (jika perlu).
Beri tanda (misalnya Y atau N, T atau F): apakah statement 1 cukup untuk menjawab soal atau tidak.
5. Menjawab soal (A/B/C/D/E).
Pada Problem Solving, Anda boleh memperkirakan besar suatu sudut dan besaran-besaran lainnya hanya dengan melihat perbandingan dimensi dari gambarnya saja. Berlainan dengan Problem Solving, Data Sufficiency biasanya menggunakan gambar yang tidak sesuai dengan skala. Selain itu pula, janganlah Anda menggunakan asumsi dan interpretasi Anda sendiri terkecuali dinyatakan dalam soal.
Misalkan Anda melihat kurva berbentuk setengah lingkaran, janganlah Anda mengasumsikan bahwa kurva tersebut pasti berbentuk setengah lingkaran, terkecuali dijelaskan bahwa kurva tersebut memang berbentuk setengah lingkaran. Sebaliknya, jika sudah jelas dinyatakan dalam suatu soal bahwa suatu segi tiga adalah siku-siku,tanpa ragu-ragu, gunakan teorema Phytagoras untuk menyelesaikan soal tersebut.
2.B. VERBAL SECTION
Menurut saya, untuk mendapatkan nilai verbal yang tinggi, dibutuhkan kemampuan dengan urutan sebagai berikut ini:
1. Vocabulary yang baik
2. Logika
3. Grammar
4. Kecepatan membaca yang tinggi
5. Strategi
Analisa saya menunjukkan bahwa urut-urutan belajar yang benar adalah sbb:
1. Sentence Correction
2. Reading Comprehension
3. Critical Reasoning
Dari ketiga jenis soal pada bagian verbal, bagian sentence correction adalah bagian termudah untuk dikerjakan jika Anda tahu dasar strategi belajarnya. Kalau grammar yang telah Anda pelajari pada sentence correction sudah benar dan vocabulary Anda sudah lumayan jago, reading comprehension bukan lagi suatu masalah. Setelah sarat-sarat dasar itu terpenuhi, Anda tinggal menggunakan logika Anda untuk menaklukkan bagian critical reasoning.
Bagaimana cara  mempelajari bagian verbal GMAT dan dimanakah letak perbedaannya dengan TOEFL? Mudah-mudahan penjelasan dibawah ini mampu menolong Anda.
2.B.1. SENTENCE CORRECTION
Padanan bagian ini di TOEFL adalah Section II: Structure and Written Expression. Untuk TOEFL, Anda perlu menguasai grammar secara menyeluruh. Untuk GMAT, tidak seperti yang  diduga orang selama ini, grammar yang sering muncul pada sentence correction hanya terdiri dari 6 saja. Menurut Princeton Review, 6 masalah yang mendominasi sentence correction adalah:
1. Pronoun-reference errors.
2. Misplaced modifier / dangling modifier.
3. Parallel construction errors.
4. Idiom / diction errors.
5. Subject-verb agreement errors.
6. Comparison errors.
Sekitar setengah dari keseluruhan soal pada sentence correction berkaitan dengan idiom / diction errors, baik berdiri sendiri ataupun dikombinasikan dengan error lainnya. Idiom atau diction (pilihan kata yang tepat) mudah diingat jika Anda sering membaca dan menghafalkannya dari buku grammar. Sayang sekali saya belum menemukan cara lainnya.
Karena kitab pusaka ini bukan kitab pusaka grammar, silahkan merujuk ke buku grammar/TOEFL Anda untuk penjelasan ke 6 hal tersebut di atas selengkapnya. Walaupun hanya 6 masalah, kenapa sentence correction di GMAT jauh lebih sulit  dari pada padanannya di TOEFL?
Vocabulary di GMAT jauh lebih canggih dari pada di TOEFL. Selain itu juga, kalimat yang dipakai pada TOEFL adalah kalimat yang pendek-pendek. Sebaliknya, pembuat soal GMAT senang sekali dengan kalimat yang panjang – panjang dengan menambahinya dengan phrase atau clause. Dengan mengetahui punctuation dan grammar, Anda dapatmemecah kalimat tersebut menjadi bagian – bagian kecil yang lebih sederhana. Misalnya, mengganti subject kalimat yang aduhai panjangnya dengan satu kata: they.
Selanjutnya, prinsip mengerjakannya adalah dengan mengetahui terlebih dahulu kategori kesalahan (dari 6 jenis kesalahan) pada kalimat aslinya. Caranya yaitu dengan:
1. Mengetahui kunci kata.
Contoh:
a. Jika Anda menemukan kata … more … than … , berarti masalah yang  Anda hadapi adalah comparison error. Perhatikan apakah yang dibandingkan kata yang sejenis atau tidak, misalnya noun dengan noun, dsb.
b. Jika Anda menemukan kata … not only …, berarti harus diikuti dengan … but also … Jika hanya diikuti oleh …but … atau … and also… berarti jawabannya pasti salah. Ini adalah masalah idiomatic expression yang tidak bisa diganggu gugat. Soal ini biasanya muncul pada setiap ujian GMAT.
c. Jika Anda menemukan kata Hopefully … di awal kalimat, kalimat ini pasti salah. Unidiomatic, kata ETS. Pilihan kata yang benar adalah I hope that … Soal ini juga biasa muncul di GMAT.
2. Jika resep no. 1 tidak mempan, Anda tetap bisa menemukan kategori kesalahan dengan membandingkan jawaban B, C, D, dan E. Misalkan pada jawaban-jawaban tersebut Anda menemukan pronoun (misalnya she, he, they, it, dsb) berulang-ulang. Pastikan bahwa pronoun tersebut (misalkan it) merujuk pada satu kata yang pasti (misalnya the root) dan tidak menimbulkan keraguan, misalnya (misalnya the root atau the tree ?) Ini adalah masalah pronoun-reference error.
Setelah Anda menemukan kategori kesalahannya, dengan mudah Anda akan menemukan jawaban yang benar. Walaupun Anda sudah mendapatkan kalimat dengan grammar yang benar, Anda tetap harus hati-hati: Pastikan bahwa kalimat tersebut tidak merubah makna kalimat asalnya. Jika kalimat dengan grammar yang betul itu merubah makna kalimat asalnya, berarti Anda harus mencari pilihan lainnya.
Biasanya, seperlima jawaban soal pada sentence correction adalah A. Artinya, kalimat asli sudah benar. Jadi, jika Anda sudah menjawab 21 dari 27 soal (yang sangat sulit untuk dicapai), sementara Anda belum pernah memberikan jawaban A, Anda boleh langsung tembak: 6 buah jawaban soal lainnya adalah A.  Boleh jadi tidak semua jawaban pada 6 soal tersebut adalah A. Akan tetapi, total nilai yang Anda dapatkan pasti melebihi pengurangan nilai jika jawaban Anda salah.
2.B.2. READING COMPREHENSION
Kalau Anda tidak mempunyai vocabulary yang  cangging, tampaknya, sulit sekali Anda mendapatkan nilai yang tinggi di bagian ini. Setelah vocabulary Anda cangging, Anda perlu meningkatkan kecepatan membaca Anda. Berusahalah untuk sedikit mungkin membaca ulang kata atau kalimat secara berlebih-lebihan dalam reading comprehension. Buku yang berjudul Speed Reading karangan Tony Buzan terbitan Plume/Penguin Group merupakan buku favorit saya untuk meningkatkan kecepatan membaca.
Kalau vocabulary dan kecepatan membaca Anda  tidak memadai, mengerjakan seluruh soal berarti bunuh diri,  karena Anda akan mendapatkan pengurangan nilai untuk setiap kesalahan Anda. Dalam kasus ini, lebih baik sukses sebagian daripada hancur  total! Untuk bagian reading comprehension, dari 2 atau 3 bacaan  pada  satu section, sebaiknya hanya 1 atau 2 bacaan saja yang dikerjakan tapi kerjakanlah dengan sungguh-sungguh. Pilihlah bacaan yang akrab dengan dunia Anda, misalnya masalah iptek atau sosial atau yang lainnya.
Orang-orang yang mendapatkan gelar undergraduate di USA, sangat diuntungkan pada bagian ini. Mereka mendapatkan pelajaran-pelajaran baik sosial maupun eksakta di dua tahun pertama mereka berkuliah di USA. Jadi, mereka lebih akrab dengan variasi topik yang muncul pada bagian reading comprehension dari pada mahasiswa lulusan Indonesia.
Princeton Review menganjurkan untuk memilih bacaan dengan tema minoritas (misalnya wanita, Black American, Hispanic, dsb). Jawaban yang benar dari bacaan dengan tema sejenis ini selalu positif(memuji) golongan tersebut. Jadi jika Anda menemukan pilihan jawaban yang mengecam golongan Black American, tanpa melihat paragraf bacaan yang bersangkutan, Anda bisa memastikan bahwa jawaban itu adalah salah. ETS selalu menghormati golongan minoritas dan profesional (dokter, pengacara, dsb)!
Pilihan jawaban dengan pilihan kata yang sangat emosional juga pasti salah. Selain itu juga, pilihan jawaban yang menggunakan kata always, the most dan kata-kata “pasti” lainnya yang mudah didebat, biasanya pasti salah. Contohnya, Anda menemukan salah satu pilihan jawaban sebagai berikut:
(A) Leonardo da Vinci is the greatest painter in that century.
Tanpa menengok bacaan, Anda bisa memastikan bahwa jawaban tersebut pasti salah. Akan tetapi, pilihan jawaban dengan “nada memuji tapi datar” semacam ini ada kemungkinan benar:
(C) Leonardi da Vinci is a great painter.
Kenapa demikian? ETS tidak ingin didebat oleh pihak-pihak lain yang menganggap bahwa ada pelukis lain yang lebih ngetop di bandingkan dengan Leonardo da Vinci. Demikian penjelasan Princeton Review.
Sewaktu Anda membaca bacaan, tandailah kata-kata kunci, misalnya: however, yet, but, dsb. Pada multiple choice, jawaban-jawaban salah sering merujuk pada kalimat sebelum however, but, yet, dsb. Jawaban benar yang menanyakan pendapat pengarang sebenarnya adalah merujuk pada kalimat setelah however, but, yet, dsb.; karena setelah kata kunci ini, penulis bacaan menuliskan pendapat yang sebenarnya.
Di TOEFL, jawaban pertanyaan dapat Anda temukan langsung dari bacaan, karena jawaban yang benar pada multiple choiche biasanya hampir mirip susunan katanya dengan kalimat pada bacaan yang bersangkutan. Akan tetapi, untuk GMAT, yang  berlaku adalah kebalikannya. Jika salah satu jawaban pada multiple choiche mirip dengan susunan kata pada bacaan yang bersangkutan, 99% kemungkinan bahwa jawaban tersebut salah!
Kenapa demikian? Pembuat soal amat pintar: dengan memberikan satu kata  tambahan atau mengurangi satu kata atau mengubah satu kata, maka arti kalimat jadi sangat berbeda dengan asalnya. Di GMAT jawaban yang benar adalah:
1. Selalu merujuk pada bacaan. Hanya 0.05% kemungkinan bahwa jawaban tersebut menggunakan pengetahuan tambahan mengenai masalah yang  sedang dibicarakan.
2. Tidak pernah menggunakan susunan kata yang sama atau mirip dengan bacaan. Akan tetapi, kalimat/kata yang digunakan mempunyai makna yang  sama dengan kalimat asli pada bacaaan yang  bersangkutan.
Salah satu soal pada GMAT, misalnya nomer pertama, pasti ada yang menyangkut isi keseluruhan bacaan. Contohnya adalah urutan penyajian penulis. Untuk soal jenis ini, saya anjurkan Anda untuk menjawab paling belakang. Soal-soal lainnya biasanya merujuk pada satu spesifik paragraf. Artinya Anda terpaksa membaca bacaan paragraf per paragraf. Setelah Anda sering membaca bacaan tersebut, Anda tidak akan kesulitan lagi untuk menjawab jenis soal yang menyangkut keseluruhan isi bacaan.
Jika Anda mencoba untuk menjawab soal jenis tadi terlebih dahulu, Anda harus membaca bacaan tersebut berulang-ulang tanpa menjawab soal yang lain. Artinya, Anda membuang waktu Anda secara sia-sia.
Prioritaskan waktu untuk menjawab pertanyaan yang merujuk suatu kalimat atau baris tertentu secara spesifik. Biasanya, pertanyaannya mudah untuk dijawab dan jawaban dapat ditemukan pada beberapa kalimat sebelum atau setelah kalimat yang termaksud.
Soal yang sering menghabiskan waktu adalah soal dengan jawaban seperti ini:
(A) I dan II benar
(B) I, II, III benar, dst.
Selesaikan soal jenis ini paling akhir saja. Perlu juga Anda ketahui, cara tercepat mengatasi masalah sejenis itu adalah dengan menghilangkan jawaban yang salah, bukan mencari jawaban yang benar.
2.B.3. CRITICAL REASONING
Bagian ini mengetes kemampuan Anda dalam berargumentasi dan berlogika. Padanannya pada TOEFL: Tidak ada! Bagi bangsa Jawa, Sunda dan pemakan nasi lainnya yang mengambil GMAT, masalahnya bukan logika yang  tumpul atau ketidakmampuan berargumentasi sehingga tidak pernah sukses mengerjakan bagian ini. Masalahnya adalah: Bagaimana mungkin berargumentasi dan berlogika jika makna soal atau kalimatnya saja tidak tahu? Karena itu, tambahlah vocabulary Anda.
Jika Anda sudah mempunyai vocabulary dan logika yang baik dari sononya, tanpa mempelajari teori logika, saya yakin Anda akan mampu mengerjakan bagian ini dengan baik. Lebih baik lagi jika Anda  juga mempelajari logika, misalnya:
- cara berpikir secara induktif atau deduktif
- silogisme
- argumentasi berdasarkan data statistik
- argumentasi berdasarkan analogi, dsb.
Silahkan Anda membaca buku mengenai logika atau dari Princeton Review (buku favorit  saya) atau dari buku GMAT lainnya.
Bagian ini sedang disusun ………
2.D. PENUTUP UNTUK BAGIAN GMAT
Dari penjelasan saya mengenai bagian verbal, jelas sekali terlihat bahwa saya mengunggulkan vocabulary untuk mengatasi bagian
verbal. Dalam belajar, seorang cucu Adam melalui beberapa tahapan.
Dua tahap pertama adalah:
1. Mengerti untuk diri sendiri.
2. Mampu memberikan pengertian kepada orang lain.
Untuk mengatasi TOEFL, jika Anda sudah mahir membaca bacaan berbahasa  Inggris atau text book dan mampu memperkirakan arti suatu kata dari konteks kalimatnya, itu sudah cukup. Artinya, Anda sudah mencapai tahap pertama. Jika Anda menyangka bahwa kemampuan Anda tersebut sudah cukup untuk mengatasi GMAT, Anda salah besar!
Barangkali juga, Anda menyangka bahwa jika Anda lama tinggal di Amerika, otomatis nilai  verbal Anda naik. Sekali lagi, sebaiknya Anda mengubur dugaan tersebut. Diluar dugaan, banyak teman-teman yang mendapatkan gelar undergraduate di USA (artinya telah tinggal di USA selama 4 tahun), hanya mendapatkan nilai  verbal sekitar 25% atau kurang. Mereka memang mahir membaca Fortune, Business Week dsb. Mereka sudah mampu memperkirakan arti kata dari konteks kalimat. Bagi saya, mereka baru mencapai tahap pertama dalam belajar. Kesalahan mereka: mereka sudah tidak merasa perlu lagi untuk sering membuka kamus. Banyak diantara mereka yang tidak mengetahui arti suatu kata di soal bagian verbal GMAT.
Anda akan terheran-heran menyaksikan mahasiswa-mahasiswa Amerika yang tetap menggunakan kamus Inggris-Inggris jika mereka menulis tidak dengan komputer. Kalau orang Amerika saja tetap menggunakan kamus, kenapa kita tidak perlu menggunakan kamus?
Resep saya untuk mendapatkan nilai verbal GMAT yang tinggi adalah dengan sering menerjemahkan (bukan hanya sekedar membaca koran The Wall Street Journal (WSJ) atau majalah Fortune, Business Week, Time, Newsweek, dsb. Anda dengan mudah menemukan majalah- majalah yang tersebut di Indonesia. Anda tidak perlu membeli majalah yang baru, yang bekaspun sudah memadai.
Bagi saya, menerjemahkan bukan saja berarti saya mengetahui secara pasti arti suatu kata, akan tetapi, saya juga berusaha untuk menyusunnya menjadi suatu kalimat Indonesia yang baik dan benar(bukan seperti kitab pusaka yang Anda baca saat ini). Saya berusaha agar orang  lain mengerti apa yang saya maksudkan. Tentunya saya harus sering membuka kamus dan mengorbankan waktu  yang  tidak sedikit untuk ini.
Sekitar   tiga minggu sebelum ujian GMAT Oktober  yang  lalu, saya mencoba menerjemahkan dua buah kolom berita ringkas  “What’s News” di WSJ setiap hari. Saya menerjemahkan di malam hari dan di pagi harinya saya baca kembali. Apakah saya berusaha untuk mengingat arti kata yang saya terjemahkan? Tidak! Kalau lupa bagaimana? Seperti TOEFL: cuek saja! Tiga hari atau seminggu kemudian, kata yang saya lupakan tadi toh akan muncul lagi di WSJ. Dengan demikian, sebelum ujian GMAT, saya menambah ratusan kata baru dalam  perbendaharaan kata saya.
Pertama-pertama menerjemahkan WSJ memang betul-betul mengesalkan. Saya harus menerjemahkan sekitar 50 kata per hari untuk betul-betul mengetahui 2 kolom berita tersebut. Ingat lho, saya tidak menggunakan kamus Inggris-Indonesia, tapi Inggris- Inggris. Jadi, seringkali saya harus menerjemahkan dengan “berputar”. Sebagai contoh, acapkali saya mencari terjemahan suatu kata pada kamus itu sendiri untuk mengetahui secara pasti arti suatu kata yang tidak saya mengerti pada WSJ. Karena perbendaharaan kata saya makin banyak, lama-lama berkurang hingga sekitar 5-10 kata perhari. Memulai yang pertama memang sulit, lama-lama akan semakin mudah.
Kenapa saya menempuh jalan itu? Sebelumnya, saya sudah cukup kenyang belajar grammar, strategi, teori logika, dsb. Nilai verbal saya memang naik, tapi hasilnya tidak seperti yang  diharapkan. Dari kegagalan-kegagalan tersebut, saya berpendapat bahwa bukan metoda belajar saya yang salah, akan tetapi, prioritas belajar saya yang salah. Saya harus menemukan cara baru untuk mengatasi bagian verbal. Saya coba menambah vocabulary dengan menerjemahkan bacaan berbahasa Inggris. Hasilnya terbukti menggembirakan.
Kalimat-kalimat pada WSJ, Fortune, Business Week, dsb. seringkali bukan merupakan kalimat yang lengkap dan bahasanya adalah bahasa koran, bukan bahasa baku yang  Anda pelajari di buku grammar atau TOEFL. Jika Anda sudah sanggup menerjemahkan WSJ, dsb.yang bahasanya susah untuk dimengerti (bagi orang  non-bule), maka jika kita membaca bacaan pada GMAT, akan terasa sekali betapa mudah untuk dimengerti.
Kalau Anda lebih suka memilih untuk membaca buku dari pada membaca koran atau majalah untuk menambah vocabulary Anda, silahkan baca Word Smart dari Princeton Review. Kalau Anda sudah mulai menerjemahkan kata setiap hari, berusahalah mempertahankan kerajinan Anda. Jangan rajin hanya di awal saja.
Bagi orang bule sendiri, mereka menganggap bagian verbal dari GMAT terlalu panjang atau terlalu banyak soalnya. Dengan kata lain, mereka merasa kecepatan membaca mereka tidak memadai.
Dari analisa nilai bagian verbal teman-teman saya yang rendah, saya berpendapat bahwa banyak diantara mereka terlalu sembrono atau terlalu berani menjawab. Artinya, mereka menjawab tapi lebih banyak salahnya. Menebak jawaban boleh-boleh saja asal jangan ngawur. Setiap kesalahan berarti pengurangan nilai. Kalau mereka bisa mengurangi kesalahan tersebut, walaupun tidak menambah jawaban yang benar, saya yakin mereka akan mampu menaikkan nilai GMAT-nya. Silahkan pelajari intelligent guessing dan process of elimination(POE) di Princeton Review.
Kalau Anda bermaksud untuk tidak menjawab suatu soal yang sulit, putuskan dengan segera. Ingat, waktu Anda sangat terbatas. Banyak teman-teman yang memutuskan untuk tidak menjawab soal yang sulit setelah berusaha setengah mati untuk menjawabnya. Akibatnya, ia kekurangan waktu untuk menjawab soal yang mudah.
Sewaktu ujian GMAT, saya sarankan Anda untuk tidak perlu menghabiskan seluruh waktu yang dialokasikan, yaitu 30 menit per section untuk berusaha mengerjakan soal semuanya. Lebih baik Anda meninggalkan satu soal yang sulit tapi sempat memeriksa kembali soal lainnya yang telah Anda kerjakan. Sisakan juga 15 detik terakhir untuk tidak melakukan apa-apa guna menenangkan pikiran Anda sebelum mengerjakan section berikutnya.
Beberapa waktu yang lalu, saya melihat wawancara televisi tentang dua peserta (dari 1,4 juta peserta) yang mendapat nilai sempurna pada SAT (Scholastic Aptitude Test, semacam Sipenmaru buat bangsa penggemar Mc Donald). Yang menarik adalah, ketika ditanya apa hobinya, keduanya mempunyai hobi yang sama: komputer dan membaca novel science fiction!
Saya pernah bertemu dengan orang bule yang mendapatkan nilai GMAT 770. Pekerjaannya: guru kursus TOEFL dan GMAT. You bet!
Rudy, seorang mahasiswa Indonesia mendapatkan nilai GMAT 710. Ia mendapatkan undergraduate nya dalam bidang mechanical engineering di University of Michigan (Ann Arbor). Undergraduate GPA nya adalah 3,9 (A=4). Setahu saya, ada dua orang Indonesia lainnya yang memiliki nilai GMAT di atas 700.
Seorang Indonesia yang bernama XYZ mendapatkan nilai GMAT 660. Lulus dari University of Texas at Austin bidang chemical engineering sebelum melanjutkan MBA diperguruan tinggi yang sama.
Seorang teman Indonesia saya yang lainnya ada yang mendapatkan nilai GMAT 610. Ia lulus dari University of California (Riverside)sebelum melanjutkan ke California State University (Fullerton). Ia memilih untuk ke Cal Sate karena UC Riverside waktu itu belum di akreditasi AACSB (American Assembly of Collegiate School of Business). Ketika saya tanya apa resepnya, jawabnya adalah: mengerjakan latihan, minimal satu bagian (section) tiap hari. Bukti lagi: kerja keras dilandasi dengan kemampuan, Insya Allah, akan membuahkan hasil.
Memang benar bahwa beberapa orang Indonesia yang saya sebutkan diatas mempunyai keuntungan karena telah lama tinggal di USA. Akan tetapi, tengoklah kembali paragraf-paragraf saya dimuka mengenai teman-teman saya lainnya yang mendapatkan undergraduate di USA tapi tidak mampu mendapatkan GMAT yang tinggi. Saya tetap percaya bahwa orang-orang yang saya sebutkan di atas memang orang yang pintar.
Seorang mahasiswa Indonesia yang mendapatkan undergraduate nya di Indonesia mampu mendapatkan nilai GMAT 620, dan TOEFL 630; walaupun GPA nya hanya 2,3. Ia adalah seorang mahasiswa lulusan Universitas Tarumanegara dan mengambil kuliah di program MBA University of Tennessee (Knoxville).
Seorang tamatan Jurusan Teknik Industri ITB mampu mendapatkan nilai GMAT 610. Ia bekerja di Bank Indonesia. Saat ini bersekolah di The Wharton School (University of Pennsylvania).
Sedikit  sekali orang  Indonesia yang memiliki GMAT diatas 600 atau GRE yang tinggi. Tidak demikian halnya dengan orang India dan Cina. Sebagai contoh, seorang teman saya dari India yang belajar di University of Houston untuk mendapatkan gelar doktor di bidang management information system ada yang mendapatkan nilai GRE 2250(dari maksimum 2400 untuk 3 section). Mereka sanggup mendapatkan nilai yang tinggi karena mereka memiliki motivasi yang tinggi untuk mendapatkan GMAT/GRE yang tinggi, kemudian berangkat ke Amerika, lalu mencari bea siswa dan kerja apa saja, selanjutnya … tidak pulang lagi (karena keadaan tanah airnya yang lumayan kacau)!
Motivasi akan sanggup menggerakkan kita untuk mendapatkan nilai GMAT/GRE yang  tinggi. Tentunya, bukan motivasi seperti contoh di atas yang saya maksudkan. Sama halnya dengan GMAT, saya yakin bahwa orang yang mampu mencapai nilai GRE yang tinggi juga memiliki vocabulary yang canggih dan tidak menemukan kesulitan dalam mengerjakan TOEFL.